Facebook/jalvins solissa
Twitter/jalvins solissa or @ jalvhinss
yahoo/svinzho

Senin, 06 Desember 2010

YESUS SEBAGAI ANAK MANUSIA (Studi Sosio Historis dalam prespektif Budaya Yudaisme)

Lalu Jawab orang banyak itu : “kami telah mendengar dari hukum Taurat, bahwa mesias tetap hidup selama-lamanya; bagaimana mungkin engkau mengatakan bahwa anak manusia harus ditinggikan??? Siapakah anak manusia itu? ” (Yohanes 12 : 34)

1.    Pengantar
Yesus dari Nazareth (seperti yang digambarkan dalam cerita-cerita Injil) dalam kalangan gereja dan orang Kristen merupakan tokoh yang paling penting. Tokoh Yesus ditempatkan sangat tinggi dalam kehidupan gereja dan orang Kristen, melebihi tokoh-tokoh  Kristen lainnya seperti para murid dan para rasul. Selain karena dianggap sebagai Tuhan yang merepresentasikan Allah (Yahweh) di dunia, juga dipandang memiliki kemampuan adikodrati yang besar dengan segala kemahakuasaannya. Pentingnya tokoh Yesus bagi gereja, membuat Ia dipandang suci, sakral dan kudus. Orang-orang yang membicarakan Yesus melenceng dari dogma dan kepercayaan yang telah ditetapkan gereja, dan yang mencoba untuk meneliti, mengkaji dan mencari kebenaran tentang Yesus secara harafiah akan dianggap sebagai orang-orang sesat dan harus dijauhkan serta dikucilkan dalam persekutuan gereja tersebut. Pertanyaannya adalah apakah gereja (para tokoh gereja) dan  semua orang Kristen yang mengklaim Yesus sebagai Tuhan dan juruselamat mengetahui dengan baik kebenaran tentang yesus sehingga mengabaikan kebenaran-kebenaran lain yang ditemukan berdasarkan penelitian dan kajian terhadap Alkitab dan tradisi-tradisi Yahudi tentang Yesus??
Gereja juga dengan mengatasnamakan yesus mengklaim bahwa tidak ada kebenaran dan keselamatan lain diluar Yesus dan itu berarti juga diluar kekristenan.  Gereja seakan-akan menganggap bahwa hanya didalam gerejalah dan melalui kepercayaan kepada Yesuslah, orang dapat diselamatkan. Yesus merupakan satu-satunya jalan menuju keselamatan dalam pandangan gereja dan tulisan-tulisan PB. Pertanyaannya adalah apakah memang demikian?? Bahwa diluar gereja dan Yesus tidak ada keselamatan lain??? Apakah yesus semasa hidupnya memang mangatakan bahwa diluar dirinya tidak ada keselamatan lain?? Lalu bagaimana dengan orang lain yang bukan Kristen dan yang tidak menempatkan Yesus sebagai Tuhan mereka, apakah mereka tidak akan memperoleh keselamatan??
Bagi saya, jika ini padangan mutlak gereja, maka potensi konflik dan perselisihan dalam kehidupan masyarakat khususnya antara orang-orang yang berbeda agama terutama dengan agama Kristen tidak akan pernah selesai, bahkan mungkin akan semakin mebesar dan menimbulkan jurang pemisah yang sangat lebar dalam komunitas beragama kita, bukan hanya di Indonesia tetapi juga dunia. Hal ini juga berarti bahwa gereja dan para penulis Injil bahkan orang-orang Kristen, tidak mengetahui dan memahami secara baik siapa itu yesus yang sebenarnya dalam konteks keyahudiannya dan apa sebenarnya yang dimaksudkan dengan berbagai gambaran dan gelar yesus dalam tulisan-tulisan Alkitab. Menurut hemat saya, hanya dengan mengetahui siapa yesus yang sebenarnya dalam konteks keyahudiannya dan memahami dalam bentuk apa dan untuk maksud apa cerita-cerita Injil mengisahkan Yesus inilah, maka kita akan mampu menciptakan kehidupan Kristen yang baik dan mampu untuk hidup dalam keberagaman yang rukun dengan agama lain.


2.      Nama dan gelar Yesus dalam PB.
Nama Yesus merupakan nama yang umum digunakan pada paroan pertama abad I masehi di kalangan orang-orang yahudi. Selain Yesus dari Nazareth yang kemudian dalam gereja disebut yesus Kristus dan dipandang sebagai Tuhan dan Juruselamat, ada juga orang lain yang bernama Yesus. Menjelang akhir abad pertama, nama Yesus menjadi nama yang sakral dalam kehidupan orang Kristen dimana mereka menanggap nama itu terlalu suci untuk dipakai sebagai nama diri.
Kata "Yesus" adalah alihaksara dari bahasa Latin Iesus, yang berasal dari bahasa Yunani Ἰησοῦς (Iēsoûs), yang pada gilirannya juga merupakan Helenisasi dari bahasa Ibrani יְהוֹשֻׁעַ (Yĕhōšuă‘, Yosua) atau bahasa Aram יֵשׁוּעַ (Yēšûă‘), yang berarti "Yahweh menyelamatkan.[1]
Ada banyak gelar bagi Yesus dalam Perjanjian Baru mulai dari matius hingga wahyu, beberapa diantaranya adalah :[2]
  • Yesus sebagai Anak Daud Gelar
  • Yesus sebagai Anak Allah Israel disebut Anak Allah atau Anak Sulung Allah.
  • Yesus sebagai Anak Manusia.
  • Yesus sebagai Anak Domba Allah.
  • Yesus sebagai Tuhan.
  • Yesus sebagai Mesias.
  • Yesus Kristus.
  • Yesus sebagai Juru Selamat/Penebus.
  • Yesus sebagai Alpha dan Omega
  • Yesus sebagai Raja segala raja/Tuan segala tuan.
  • Yesus sebagai Nabi.
  • Yesus sebagai Guru/Rabi.
  • Yesus sebagai Imam Agung. 
  • Yesus sebagai Gembala.
  • Yesus sebagai Hakim/Yang Menghakimi.
  • Yesus sebagai Hamba dll.

Istilah "Anak Manusia" kurang lebih 86 kali muncul dalam tulisan2 Perjanjian Baru. Istilah ini muncul lebih dari 30 kali dalam Injil Matius, 15 kali dalam Injil Markus, 27 kali dalam Injil Lukas, dan 13 kali dalam Injil Yohanes. Di luar Injil, kata ini muncul dalam Kisah Para Rasul 7:56, dua kali dalam kitab Wahyu. Berdasarkan hal ini maka dalam makalah ini, saya hanya akan membatasi pembahasan pada pemahaman tentang Yesus sebagai Anak Manusia dengan memakai Yohanes 12 : 34, dengan lebih banyak melihat keberadaan Yesus dalam gelar Anak Manusia pada konteks keyahudiaannya.  Semoga dengan pembahasan seperti ini, dapat dilihat apa arti gelar ini dan apa yang mau disampaikan mengenai Yesus pada waktu Ia mulai di beri gelar Anak Manusia oleh para pengikutnya sehingga dengan begitu, kita juga dapat mengetahui siapa yesus yang sebenarnya, yesus yang harafiah dalam kemanusiaannya sebagai orang yahudi, yang membuat mengapa banyak orang  menyatakan bahwa dalam kehidupan Dia-lah, Allah ditemukan dan berkarya.


3.      Gelar Anak Manusia  dalam Tradisi Yahudi.
Sebutan “Anak Manusia”,[3] mungkin sekali adalah gelar tertua dan paling popular bagi seseorang yang memenuhi pengharapan mesianik orang Yahudi. Ini adalah sebuah ungkapan yang dimulai dengan cukup bersahaja, tetapi terus berkembang hingga mencakup klaim-klaim adikodrati dan dipenuhi dengan konotasi keilahian dan keajaiban.
Gagasan Anak Manusia  memang sudah tersedia dalam tradisi Yahudi, dimana gagasan ini berpangkal pada kitab Daniel khususnya Daniel 7 : 13-14, sekitar abad ke-2 S.M.[4] Namun, menurut John Shelby Spong jauh sebelum Daniel, Ungkapan “Anak Manusia” telah memasuki tradisi orang Yahudi terutama melalui tulisan-tulisan nabi Yehezkiel di abad ke-6 S.M. Yehezkiel memakai farasa Anak Manusia lebih dari Sembilan puluh kali, tetapi hanya sebagai gelar yang dipakai Allah untuk memanggilnya seperti Yeh 2: 1.[5] Frasa “Anak Manusia” berasal dari kata Ibrani Ben Adam yang berarti sedikit lebih dari manusia. Aslinya gelar ini adalah penunjukkan atas status Yehezkiel sebagai seorang anak Adam dan denagn demikian seorang manusia.
Yehezkiel hidup dalam satu periode genting dalam sejarah orang yahudi ketika mereka dilkalahkan, dibungan dalam pembuangan namun tetap bertahan hidup. Yeheskiel mungkin saja merupakan orang yang menjaga orang yahudi untuk tetap utuh dan terpisah dari dunia sekitar selama beberapa generasi pembuangan di babel. Ia menolong membentuk bangs ayahudi menjadi umat yang bersatu, yang bukan hanya mampu bertahan di pembuangan tapi juga mempertahankan keinginan untuk kembali ke negeri asal mereka. Yehezkiel mungkin juga merupakan orang ayng paling menonjol dalam sekelompok orang  yang kemudian diberi nama para penulis imamat (P), yaitu orang-orang di zaman pembuangan Babel yang menulis kembali taurat Yahudi, menggandakan ukurannya dan mengisinya dengan detail-detail liturgis seperti dalam kitab imamat.[6] Para imam ini pulalah yang membuat  orang yahudi untuk mempraktekkan ibadah hari Sabat, aturan tentang makanan yang Halal dan Haram dan tanda jasmaniah sunat untuk kaum laki-laki. Tanda-tanda ini menjadi ciri istimewa yudaisme, tanda-tanda yang membuat orang yahudi berbeda.
Setelah tulisan Yehezkiel, nama atau gelar “Anak Manusia” tiak muncul lagi dalam tulisan-tulisan yahudiselama kurang lebih 400 tahun, lalu muncul kembali dalam kitab Daniel yang ditulis pada abad ke-2 S.M dalam suatu konsep yang diubah menyeluruh. Konteks pada waktu Daniel adalah keadaan orang Yahudi yang tengah merosot, hilangnya harapan diantara orang yahudi menjadi semakin nyata. Ini terkait dengan kehidupan orang yahudi yang  jatuh ke dalam kekuasaan siria dan mesir berganti-ganti. Pengharapan yahudi untuk mendapatkan kebebasan telah mengalami pergeseran, mereka tidak lagi memikirkan pembebasan dan perbudakan sebagai sesuatu yang akan datang kepada mereka dalam sejarah, sebaliknya mereka mulai memimpikan suatu pembebasan dan masa depan yang diperoleh hanya diluar sejarah. Terkait dengan hal ini, maka paham mesianik dalam kehidupan orang yahudi juga berubah bahwa mesias yang diharapkan bukan hanya sebagai pewaris tahkta Daud tapi juga  sosok surgawi yang memiliki kuasa adikodrati.
Daniel disini, meskipun meminjam dari Yehezkiel namun menggunakan gelar Anak Manusia dengan makna yang sudah berbeda. Penulis Daniel memasukkan sosok Anak Manusia ini kedalam narasinya sebagai bagian dari sebuah mimpi atau visi. Mimpi pada masa itu, dipandang sebagai sarana menerima amanat-amanat ilahi. Dalam Daniel 7 : 13 -14, penulis memposisikan figur “Anak Manusia” yang berhadapan dengan figur yang “Lanjut Usia” sebagai seseorang yang diberikan kekuasaan dan kemuliaan dan kekuasaan sebagai raja dan bahwa orang-orang di seluruh dunia akan menyembah kepadanya. [7]
Dalam proses penafsiran terhadap visi ini, Daniel berbicara tentang kebangkitan dan keruntuhan kerajaan-kerajaan yang akan mendominasi umat kudus Allah. Jumlah kerajaan-kerajaan itu ada empat tetapi kerajaan keempat akan merupakan kerajaan yang paling menakutkan tetapi akan dibinasakan dan semua kebesarannya akan diberikan kepada umat kudus milik Allah. Dengan kata lain, kebesaran kerajaan-kerajaan ini akan terhimpun pada umat Yahudi. Ini adalah klaim mereka, bahwa mereka sebagai umat pilihan Allah. Disini, gelar “Anak Manusia” telah berubah dari sekedar figur seorang manusia insani seperti yang dipakai Yehezkiel menjadi suatu figur surgawi, yang memiliki kuasa adikodrati dan telah diberi tugas untuk mengakhiri dunia, menggelar pengadilan terakhir dan mendatangkan pemerintahan kekal Allah di bumi.

4.      Pemakaian Gelar Yesus sebagai Anak Manusia dalam Yoh 12 : 34.
Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa penggunaan Frasa Anak Manusia dalam tulisan-tulisan Perjanjian Baru banyak didominasi dalam tulisan Injil-Injil. Sebelum kita melihat penggunaan istilah ini dalam Injil Yohanes khususnya Yohanes 12: 34, kita perlu juga mengetahui penggunaannya dalam ketiga Injil yang pertama.
Dalam Markus, pemakaian gelar Anak Manusia pada Yesus kurang lebih 15 kali. Disini, frasa yesus dipakai  sebagai sebuah gelar adikodrati. Ini terlihat dalam markus 2: 5 (bagian awal) dan 14 : 61 (bagian akhir). Tampaknya pada saat markus menuliskan Injilnya ini, gelar Anak Manusia yang diturunkan dari kitab Daniel telah dimasukkan dalam ingatan Yesus dan digunakan kepadanya.  Markus hanyalag mengandaikan apa yang sudah me njadi ingatan umum bahwa diantara orang percaya, Yesus dipandang sebagai “Anak Manusia” adikodrati yang akan datang dari Allah untuk menegakkan kerajaan Allah.
Matius sendiri memperluas gelar Anak Manusia dari Daniel yang dikenakannya kepada Yesus. Matius menggambarkan sosok Yesus Sebagai anak Manusia dalam tulisannya bukan hanya sebagai manusia yang memiliki kekuatan adikodrati tetapi juga sebagai Hakim yang akan menghakimi dunia (Matius 25 : 31-46).  Matius disini telah mempersiapkan pembacanya untuk Klaim ini, bahwa Yesus sebagai Anak Manusia akan menjadi Hakim di ahri Penghakiman (mat 16 : 27).  Lukas yang menulis jauh di belakang markus dan matius, memakai frasa Anak Manusia dan mengenakannya sebagai Gelar kepada yesus sebanyak 27 kali. Menurut Lukas, figur yang akan muncul untuk menandai akhir sejarah adalah “Anak Manusia”. Sebuah jati diri yang dalam Lukas diklaim Yesus untuk dirinya sendiri.
R. Bultmann, menyatakan bahwa ini upaya yang dibuat untuk membawa ide penderitaan Anak Manusia dalam pandangan Yesus sendiri dengan mengasumsikan bahwa Yesus menganggap dirinya sebagaimana tergambar dalam Deutero-Yesaya "Hamba Tuhan yang menderita dan mati untuk orang berdosa," sekaligus juga menyatu bersama gagasan lain, yakni  "Anak Manusia (dlm Daniel)" ke dalam satu figur Anak Manusia yang mengalami penderitaan, kematian dan kebangkitan."[8]
Yohanes sendiri hanya menggunakannya frasa Anak Manusia sebanyak 13 kali dalam tulisannya. Namun demikian, Dalam Yoh 12 : 34, penggunaan gelar Anak Manusia kepada Yesus ini menjadi begitu penting dan sangat menyolok. Dalam cerita ini, Yesus digambarkan bukan hanya sebagai Anak Manusia Adikodrati  yang bertugas menghakimi dunia dan menegakkan kerajaan Allah, tetapi telah digabungkan dengan figur mesianik  yang kurang apokaliptik, yang diidentifikasi oleh yesaya sebagai orang yang akan mendatangkan kedamaian dan keutuhan ke dalam kehidupan manusia. Dengan demikian, Yesus ditafsirkan dalam 2 peran mesias yakni sebagai anak Manusia surgawi, hakim terakhir dan juga sumber keutuhan kehidupan di dunia.
Di pihak lain, beberapa ahli menerima pemakaian kata "bar nasya" sebagai sebutan diri sendiri dalam bahasa Aram, dan atas dasar itu mereka berpendapat bahwa Yesus menggunakan kata ini melulu sebagai alat merujuk kepada diri-Nya sendiri. Berdasarkan pandangan ini, maka pernyataan dalam Kitab-kitab Injil yang isinya tidak apokaliptik dan yang mengacu kepada Yesus sebagai melulu manusia, nampaknya adalah otentik. Di kemudian hari, pemakaian istilah itu oleh Yesus menuntut gereja ke Daniel 7, dan gereja mulai menafsirkan ulang ajaran Yesus dalam nada apokaliptik. Karena itu, pendekatan yang terbaik ialah tetap mempedomani Daniel 7:13 dan ayat-ayat berikutnya sebagai titik tolak dan melihat di situ sosok, mungkin pemimpin dan wakil Israel, dan dengan itulah Yesus menyamakan diri-Nya sendiri. Tokoh ini memiliki otoritas dan ditentukan untuk memerintah atas dunia, tapi jalan menuju pemerintahan itu adalah merendahkan diri, penderitaan, dan ditolak. Tidak sukar memahami ucapan Yesus berkaitan dengan jalan itu, dengan pengertian bahwa Dia memperlihatkan diri-Nya sendiri ditolak dan kemudian dibela oleh Allah.[9]
Menurut Spong semua penggunaan gelar Anak Manusia kepada Yesus dalam tulisan-tulisan Injil dan bahkan tulisan-tulisan PB adalah usaha interpretasi dari para murid dan pengikut Yesus terhadap dirinya. Yesus sejarah tidak pernah mengatakan bahwa Dia adalah Hakim, Penyelamat dan pendamai dalam dunia yang akan mengutuhkan semua ciptaan. [10] Orang-orang Kristen perdanalah yang menghubungkan semua ini kepada Yesus insani.
Kehidupan Yesus adalah suatu kehidupan yang didalamnya cinta kasih dipraktekkan untuk mengubah orang yang tidak dicintai menjadi dicintai, yang didalamnya orang diterima, ada keutuhan yang diperoleh dalam perpecahan dan sebagainya. Dari kehidupan inilah orang menyakini bahwa Allah ada di dalam diri Yesus. Para pengikut Yesus yang berusaha menangkap makna Yesus dalam bahasa ekstasi dan simbol-simbol apokaliptik dan menemukan gelar Anak Manusia. Itulah maksud sebenarnya dari gelar Anak Manusia. Dalam kehidupan sinagoge selama kurun tahun 30 -70 M, Pengalaman yesus yang kuat ini dipindahkan ke dalam konsep-konsep Yahudi dan dirayakan dalam liturgy Yahudi. Spong dalam Liberating the Gospels secara jelas menggambarkan tentang kehidupan beragama Yahudi dan perayaan-perayaannya. Tampaknya Para pengikut Yesus lalu memaknai Yesus dalam simbol-simbol Keagamaan mereka tersebut, yang salah satunya adalah sebagai “Anak Manusia”.

5.      Penutup.
Pengunaan setiap teks kitab suci sebaiknya terlebih dahulu dicari tahu apa konteks pembicaraan di belakang teks tersebut, hal ini penting untuk dilakukan. Karena bentuk-bentuk tafsiran yang mengabaikan konteks yang ada dibelakang teks sering kali membawa kita pada sebuah ajaran yang salah dan sesat. Terkait dengan itu, cerita-cerita Injil tentang Yesus hendaknya dibaca sebagai cerita-cerita liturgis yang memiliki kaitan erat dengan perayaan-perayaan dan pemaknaan Yesus dalam tradisi Yahudi. Ini menjadi penting agar kita semakin dekat untuk menmukan kebenaran yang harafiah tentang Yesus dan dalam usaha menghadirkan diri dalam dialog yang beragam dengan komunitas agama lain.

DAFTAR PUSTAKA

Bultmann R, <span>Theology of the New Testament</span>, New York: trans. K. Groebel, 1951
Groenen C, <span>Sejarah Dogma Kristologi-perkembangan pemikiran tentang Yesus Kristus pada Umat </span><span>Kristen, </span> Yogyakarta: Kanisius, 1988
Spong John Shelby, <span>Liberating The Gospels – Reading the bible with Jewish Eyes</span>, San Fransisko : Harper Cllins Publisher 1996
_________________,Yesus Bagi Orang Non Religius, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008
Eksilopedi Alkitab masa Kini  Jilid II M-Z,

http://www.akupercaya.com/pengajaran-alkitab/2789-yesus-anak-manusia
http://id.wikipedia.org/wiki/Nama dan gelar Yesus


[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Nama dan gelar Yesus

[2] C. Groenen, Sejarah Dogma Kristologi-perkembangan pemikiran tentang Yesus Kristus pada Umat Kristen (Yogyakarta: Kanisius, 1988), hlm 21; Eksilopedi Alkitab masa Kini  Jilid II M-Z, hlm 589-597

[3] Frasa “Anak Manusia”, dalam bahasa Ibrani adalah Ben Adam. Dalam bahasa Aram "bar nasya"  artinya, kalau bukan khas sosok "manusia" adalah umat manusia pada umumnya. Ben adalah kata kedua Ibrani untuk anak (laki-laki) dan Adam adalah sebuah kata Ibrani untuk umat manusia.

[4] Groenen, Op.Cit. hlm 39

[5] John Shelby Spong, Yesus Bagi Orang Non Religius, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), hlm 204

[6] Ibid, Hlm 205

[7] Ibid, hlm 206-207

[8] R. Bultmann, Theology of the New Testament, trans. K. Groebel (New York, 1951), hlm. 26

[9] http://www.akupercaya.com/pengajaran-alkitab/2789-yesus-anak-manusia

[10] Spong, Op.Cit, hlm 212

Tidak ada komentar:

Posting Komentar